Dalam podcast Behind The Book, hadir dan berbincang Rafi Ibadi penulis yang dikenal di balik akun @ruanggalau_id. Rafi baru saja merilis buku keduanya, Satu Nama yang Sulit Ku Hapus yang diterbitkan Gradien. Buku ini adalah lanjutan dari karya pertamanya, Aku Titip Dia, yang berhasil mencuri perhatian banyak pembaca, termasuk mereka yang jarang membaca.
Rafi mengungkapkan bahwa Satu Nama yang Sulit Ku Hapus masih mengusung tema kehilangan, cinta diam-diam, dan patah hati. Dalam obrolan di podcast, ia menceritakan bagaimana pengalaman pribadinya menjadi inspirasi utama dalam penulisan buku ini. “Buku ini terlahir dari luka yang saling melukai, bukan hanya aku, tetapi juga orang lain yang terlibat,” katanya.
Dia menceritakan bahwa perjalanan menulis buku ini tidak semudah yang dibayangkan. “Sebenarnya, aku lebih lancar menulis saat patah hati. Dua minggu cukup untuk menyelesaikan naskah ini, meskipun proses editingnya memakan waktu lebih lama,” tambahnya. Temanya yang emosional mungkin membuat beberapa orang merasa canggung untuk menulis, namun Rafi menemukan kekuatan dalam mengungkapkan perasaannya.
Menariknya, perjalanan Rafi sebagai penulis dimulai dari Twitter. Di masa pandemi, ia membuat platform RuangGalau di Twitter, tempat orang-orang bisa berbagi cerita dan pengalaman patah hati. “Banyak orang yang bercerita, dan aku olah menjadi tulisan yang ada dalam buku ini,” ujarnya. Seiring berjalannya waktu, popularitas Ruang Galau berkembang, dan ia pun ditawari oleh penerbit Gradien untuk menerbitkan buku.
Buku pertamanya, Aku Titip Dia, menjadi hit dan bahkan dicetak ulang beberapa kali. “Sekitar 8.000 eksemplar terjual, yang merupakan angka yang sangat baik untuk penjualan buku di kalangan pembaca muda,” jelasnya. Kini, setelah hiatus dan kembali dengan Satu Nama yang Sulit Ku Hapus, ia merasakan antusiasme yang sama dari para pembaca. “Responnya sangat positif, meski jarak antara buku pertama dan kedua cukup jauh.”
Rafi juga berbagi pandangannya tentang dunia penulisan dan media sosial. “Saat ini, TikTok menjadi platform yang lebih banyak digunakan, dan aku berusaha untuk tetap terhubung dengan pembaca di sana,” katanya. Meskipun mengalami tantangan, seperti keinginan untuk menulis tetapi harus sibuk dengan pekerjaan lain, ia tetap berkomitmen untuk berkarya.
Dalam bukunya, Rafi menjelaskan bahwa setiap bab menggambarkan perjalanan emosional yang dialami seseorang ketika berusaha melupakan cinta yang telah berlalu. “Bab pertama membahas tentang harapan yang belum pasti, sementara bab kedua menceritakan tentang bagaimana perasaan bisa semakin membekas meskipun sudah berusaha melepaskan,” tuturnya.
Kisah Rafi adalah contoh nyata bagaimana pengalaman pribadi dapat dijadikan kekuatan untuk berkarya. Dengan kejujuran dan keberanian, ia berhasil menyentuh hati banyak orang yang mungkin juga merasakan hal yang sama. Satu Nama yang Sulit Ku Hapus bukan sekadar buku tentang patah hati, tetapi juga tentang penerimaan dan memahami perasaan yang kompleks.
Melalui podcast ini, diharapkan para pendengar, terutama generasi Z dan milenial, bisa terinspirasi untuk tidak hanya membaca, tetapi juga mengekspresikan perasaan mereka dengan cara yang kreatif. Dan siapa tahu, mungkin buku selanjutnya akan terlahir dari pengalaman mereka sendiri!
Kamu bisa memperoleh buku ini di toko buku Gramedia dan toko buku online kesayangan kamu. Ingat ya, jangan beli buku bajakan.