Halo, teman baca! Artikel berikut ini diambil dari podcast Behind the Book, siniar tempat kita menyelami lebih dalam proses kreatif di balik sebuah buku. Episode kali ini terasa istimewa karena kita kembali menghadirkan Kak Trian, penulis yang telah sukses menjadikan bukunya, Ayah, Ini Arahnya ke Mana Ya?, sebagai bestseller hanya dalam waktu tujuh hari. Ini adalah kali ketiga Kak Trian bergabung di siniar ini, dan pencapaiannya kali ini sungguh menginspirasi.
Perjalanan Panjang Menuju Kesuksesan
Ketika ditanya apakah kesuksesan ini mengejutkan, Kak Trian dengan jujur mengungkapkan bahwa meskipun optimis, perjalanan ini bukanlah tanpa lika-liku. Ia berbagi bahwa selama beberapa tahun terakhir, ia telah mengalami berbagai fase berat, termasuk kegagalan dalam lima buku sebelumnya. Namun, baginya kegagalan bukanlah akhir, melainkan bagian dari proses.
“Aku selalu merasa setiap buku yang kutulis mendapat porsi usaha 100%. Namun, kali ini mungkin doa ibu yang membuat perbedaan besar,” ujarnya, penuh haru.
Buku yang Menyentuh Banyak Hati
Apa yang membuat Ayah, Ini Arahnya ke Mana Ya? begitu spesial? Kak Trian menjelaskan bahwa buku ini bukan hanya kisah tentang seorang anak yang kehilangan peran ayah, tetapi juga menggambarkan perspektif ayah yang kehilangan peran anak. Buku ini mencoba memberikan sudut pandang yang seimbang, membahas hubungan antara orang tua dan anak dari dimensi masa lalu, masa kini, dan masa depan.
“Kita sering lupa bahwa orang tua kita hidup di zaman yang berbeda. Kita menuntut mereka memahami dunia kita tanpa mencoba memahami dunia mereka dulu,” kata Kak Trian.
Manifestasi Sebuah Nama
Menariknya, nama “Trian” sendiri memiliki makna mendalam. Ayahnya memberikan nama itu sebagai doa agar ia menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Kak Trian melihat nama ini sebagai dorongan untuk terus berkarya dan berbagi lewat tulisan-tulisannya.
Strategi di Balik Kesuksesan
Ketika membahas strategi, Kak Trian menekankan pentingnya konsistensi dan keikhlasan dalam setiap proses. Ia percaya bahwa setiap hari adalah kesempatan baru untuk berusaha sebaik mungkin. Selain itu, ia juga merasa bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari doa dan dukungan keluarga, terutama sang ibu.
Pesan Mendalam untuk Pembaca
Melalui buku ini, Kak Trian ingin mengingatkan pembacanya tentang pentingnya menghargai perbedaan generasi dan menerima takdir sebagai bagian dari ujian kehidupan. Sebuah pesan yang sangat relevan dan menyentuh, terutama bagi mereka yang tengah menghadapi dinamika keluarga.
“Ayah, Ini Arahnya ke Mana Ya?” bukan hanya sebuah buku, tetapi juga pelukan hangat bagi siapa saja yang merasa lelah dan kehilangan arah. Semoga kisah ini bisa menginspirasi banyak orang untuk terus berjuang dan menemukan kebahagiaan dalam prosesnya. Kamu sudah membaca buku ini? Bagi yang belum, yuk temukan di toko buku Gramedia atau toko buku online.
Kisah di Balik Buku Keenam Khoriul Trian: Doa Ibu dan Pesan Tentang Ayah
Khoirul seorang penulis muda yang telah menelurkan lima buku sebelumnya, kembali hadir dengan karya keenamnya yang mengangkat tema keluarga. Kali ini, ia memilih fokus pada sosok ayah, peran yang seringkali terlupakan atau hanya dilihat dari permukaan. Namun, ada kisah menarik di balik lahirnya buku ini. Trian merasa keberhasilan proses kreatifnya tidak lepas dari doa sang ibu, yang selalu hadir di setiap langkah hidupnya.
Dalam buku terbarunya, Trian mengajak pembaca menyelami tiga dimensi waktu: hari ini, nanti, dan esok. Ia ingin menunjukkan bagaimana luka, peran, dan persiapan masa depan keluarga saling berkaitan. Melalui berbagai cerita yang dirangkum dengan gaya naratif khasnya, Trian berusaha menghadirkan perspektif yang seimbang antara peran ayah dan anak, serta bagaimana hubungan tersebut dibentuk oleh dinamika waktu dan pengalaman hidup.
Trian mengaku bahwa kisah-kisah dalam buku ini banyak terinspirasi dari pengalaman pribadinya. Salah satu momen yang ia bagikan adalah rasa kecewa saat mengetahui ayahnya lupa ulang tahunnya. Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai memahami bahwa di masa ayahnya tumbuh dewasa, perayaan ulang tahun bukanlah sesuatu yang dianggap penting. Perspektif ini memberinya pelajaran bahwa perbedaan generasi kerap membentuk cara pandang yang berbeda dalam menilai sebuah hubungan.
Buku ini juga menjadi refleksi bagi Trian tentang sosok ayahnya. Meski hanya berpendidikan hingga sekolah dasar, ayahnya adalah simbol keteguhan dan pengorbanan. Trian melihat bagaimana ayahnya berjuang keras, mengorbankan mimpi pribadinya demi memastikan adik-adiknya bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Sebagai anak laki-laki satu-satunya, Trian kerap dihadapkan pada ekspektasi yang tinggi, yang di satu sisi membentuk karakter tangguh, namun di sisi lain juga menimbulkan jarak emosional dengan sang ayah.
Meski hubungan mereka tidak selalu mulus, Trian menyadari bahwa setiap keputusan yang diambil ayahnya selalu didasari niat baik. Dalam tulisannya, ia menggambarkan ayah sebagai sosok yang mungkin tidak selalu mampu mengekspresikan cinta dengan kata-kata, namun menunjukkan kasih sayangnya melalui tindakan kecil yang sering luput dari perhatian.
Melalui buku ini, Trian berharap pembaca dapat merenungkan kembali peran ayah dalam hidup mereka. Ia ingin menekankan bahwa orang tua, dengan segala keterbatasan dan kekurangannya, tetaplah manusia yang berusaha memberikan yang terbaik sesuai dengan pemahaman mereka. Buku ini juga mengajak pembaca untuk belajar memaafkan dan memahami bahwa tidak ada hubungan yang sempurna, tetapi selalu ada ruang untuk memperbaiki dan menghargai momen bersama.
Bagi Trian, buku keenamnya ini bukan hanya sekadar karya, tetapi juga bentuk penghargaan atas perjalanan hidupnya bersama keluarga. Ia berharap karyanya dapat menjadi medium refleksi bagi para pembaca, khususnya generasi milenial, yang tengah berupaya memahami dinamika hubungan keluarga di tengah perubahan zaman. Dengan gaya bahasa yang hangat dan menyentuh, buku ini menjadi pengingat bahwa keluarga, meski penuh konflik dan perbedaan, selalu menjadi tempat kita kembali.
Apa Makna Ayah bagi Khoirul Trian?
Khoirul Trian, penulis buku bestseller Ayah, Ini Arahnya ke Mana, Ya?—Anak Kecil Ini Kehilangan Jalan Pulangnya, menggambarkan ayah sebagai sosok penting yang membentuk dirinya. Dalam sebuah wawancara, Trian mengungkapkan bahwa ayah adalah alasan keberadaannya di dunia, seseorang yang menjadi refleksi dirinya. Ia sering disebut sebagai “fotokopian” ayahnya, baik dari segi fisik maupun sifat. Hal ini menjadi kebahagiaan tersendiri baginya, meski di saat tertentu dapat memicu konflik karena karakter keras kepala yang serupa.
Trian menceritakan kekagumannya pada ayah yang merupakan bagian dari *sandwich generation*. Ayahnya, anak kelima dari sembilan bersaudara, hanya lulus SD tetapi mampu menyekolahkan adik-adiknya hingga perguruan tinggi. Pengorbanan besar ini dilakukan dengan mengubur mimpinya sendiri, bekerja serabutan seperti berjualan pisang di pasar. Bagi Trian, ayahnya adalah simbol kehebatan dan tanggung jawab.
Lebih dari itu, Trian mengapresiasi cara ayahnya mendidik. Sang ayah tidak memberinya instruksi langsung, tetapi membiarkannya belajar dari pengalaman. “Kalau penasaran, coba saja,” ujar Trian, mengutip prinsip ayahnya. Salah satu momen yang berkesan adalah ketika Trian hampir tenggelam saat belajar berenang sendiri di laut. Pengalaman itu mengajarinya bahwa untuk tumbuh, seseorang harus “nyebur dulu” ke dalam tantangan hidup.
Trian juga memberikan pandangan mendalam tentang fenomena *fatherless*. Menurutnya, separuh dari tubuh kita adalah ayah, sehingga sekalipun ayah tidak selalu hadir secara fisik atau emosional, kehadirannya tetap terasa. “Kalau rindu ayah, peluk diri sendiri,” katanya. Dalam bukunya, ia menuliskan, “Tolong titip tubuhmu yang separuhnya tubuh Ayah,” sebagai pengingat bahwa sosok ayah selalu ada dalam diri kita.
Trian juga berbicara tentang keberkahan dari perhatian orang tua yang sering kali disalahartikan sebagai larangan berlebihan. Ia menyadari bahwa kebebasan tanpa arahan terkadang justru membuat seseorang merindukan perhatian.
Lewat karyanya, Trian berusaha menginspirasi pembaca untuk lebih menghargai sosok ayah, baik dalam kehadiran maupun absensinya. Pesan-pesan ini, bersama cerita pribadinya, menjadi refleksi yang mengajak kita merenungkan makna ayah dalam hidup.
Dapatkan buku Ayah Ini Arahnya ke Mana Ya di toko buku Gramedia dan marketplace kesayangan kamu. Eiit, beli buku yang asli, bukan buku bajakan.