Rahasia Menulis ala Sdavincii: Membaca untuk Hiburan, Menulis Bisa Mengikat Ilmu

sdavincii

Rahasia Menulis ala Sdavincii: Membaca untuk Hiburan, Menulis Bisa Mengikat Ilmu

Sobat buku mungkin tidak asing lagi dengan kata-kata “menulis untuk mengikat ilmu”. Kabarnya tanpa diikat, ilmu akan hilang begitu saja. Dalam bahasa peribahasa Latin kita akan mengingat ini Verba volant, scripta manent. Yang artinya kata-kata lisan mudah dilupakan, tetapi tulisan-tulisan terus diabadikan (diingat).

Nah, urusan mengikat ilmu dengan tulisan ini, inspirasinya didapat saat mondok, Sdavincii membuka cerita alasan ia memilih jalur hobi penulisan. “Kalau kamu tidak terlahir sebagai anak raja atau ulama, maka jadilah penulis,” kisahnya sembari mengingat ucapan gurunya. Di balik qoute yang nampak klasik tersebut, penulis muda ini telah menelurkan tiga karya novel. Ketiganya berjudul Senyawa, Hilang Arah, dan Corona sebagai karya terbarunya. 

Di balik akun Instagram Sdavincii, inilah Safiq. Dalam akun Instagram-nya diikuti hampir 200 ribu pengikut, Safiq rutin mengunggah qoute-qoute seputar cinta, kehilangan, dan urusan perasaan lainnya. Upaya awal berasal dari penyaluran hobinya dalam menulis. 

Bagi yang ingin terpapar inspirasi dan bagaimana proses menulis, bisa menyimak obrolan berbagi bersama Safiq dalam menggali pengalaman menulis yang ditemani pemimpin redaksi Gradien, Tri Prasetyo (TP). Event curhat daring bersama penulis buku ini sudah ditonton 2000an pengunjung saat Live Streaming di Shopee Jakarta Book Fair 2020.

Kegiatan membaca itu hiburan bagi anak-anak pondok pesantren seperti Safiq. Novel dan koran menjadi pelarian Safiq untuk mencari hiburan. Jika ada novel, anak-anak bergantian antri untuk membaca. “Ba’daka,” ucap Safiq. Ba’daka, artinya setelah kamu. 

Aktivitas membaca di luar belajar ilmu agama, ini berlangsung hingga 6 tahun saat mondok. Tidak ada gadget saat mondok. Kegiatan membaca novel menjadi hiburan Safiq. Sementara urusan hobi menulis dulu sempat disalurkan di tembok berupa majalah dinding di pondok pesantrennya. Usai lulus mondok, Safiq menyalurkan hobi menulis di blog dan media sosial. 

Saat awal aktif di media sosial, Safiq belum mengenal dunia penerbitan buku. Ia baru menyadari dari seorang teman bahwa tulisan-tulisannya bisa saja diterbitkan oleh penerbit indie atau mayor. Caranya, seorang penulis bisa menerbitkan karyanya dengan mengirimkan naskahkah ke penerbit atau sebaliknya, penulis yang dihubungi penerbit. Pendek cerita, inilah pertemuan TP dari penerbit Gradien dengan Safiq hingga terbitlah karyanya.

Soal stimulus untuk penulis pemula, Safiq berbagi dengan menetapkan goal awal, misalnya menulis untuk kepuasan diri sendiri, dilanjutkan pada tahapan menulis untuk ditujukan untuk orang lain atau diterbitkan. Lalu tentukan gaya menulisnya, mau mendayu-dayu, puitis, atau lugas. “Untuk menentukan gaya penulisan hanya bisa dilewati dengan banyak membaca. Nah, soal konten dan tema, tentukan pesan yang dekat dengan kehidupan pembaca,” jelas Safiq sembari menekankan pentingnya kebiasaan menulis dalam keseharian.

Soal buku-buku yang menginspirasinya,  Safiq mengaku membaca Setahun Berkisah, Negeri Lima Menara, Garis Waktu, Api Sejarah, 100 Tokoh Dunia, serta buku-buku filsafat Islam. Nah, dukungan menjadi penulis dari keluarga muncul ketika Safiq, sudah membuktikan dengan karya. 

Sementara soal inspirasi tulisan, Safiq mengaku banyak riset kecil dengan bertanya kepada teman-temannya seputar permasalahan pasangan, seperti putuh cinta, ditinggal menikah, hingga ia pun menyimpulkan “di dunia ini lebih banyak yang patah hati”. Itulah bahan-bahan tulisan yang diramu Safiq.

Ingin menjadi penulis seperti Safiq, coba banyakin literasi bacaan dan jadikan menulis sebagai habit. Nah, bagi penikmat bacaan novel romance khususnya ceruk fiksi remaja, silakan kunjungi akun official Penerbit Gradien di Shopee, untuk menemukan karya-karya Sdavincii.